TAMBANGPOST.COM – Konsep Developmental State telah menjadi fokus perdebatan dalam literatur ekonomi, terutama ketika merujuk pada negara-negara Asia Timur yang berhasil membangun kekuatan ekonomi mereka pasca-Perang Dunia II melalui strategi industrialisasi.
Jepang, dengan “Japanese Miracle” yang terkenal, menunjukkan tiga ciri kunci dari model Developmental State, yakni intervensi pemerintah yang kuat dalam sektor ekonomi, kebijakan industri yang terfokus, dan adanya agen pembangunan dalam birokrasi negara (Chalmers, 1982).
Sejarah keberhasilan ekonomi Jepang memberikan pembelajaran dan success story yang penting bagi negara-negara lain yang ingin mengadopsi model serupa.
Tiongkok, dengan reformasi ekonomi di bawah Deng Xiaoping, menandai peralihan yang signifikan dari ekonomi terencana menjadi ekonomi pasar sosialis yang lebih berorientasi pasar (Daniel, 2015).
Baca Juga:
Melalui kombinasi inisiatif pemerintah dan reformasi pasar, Tiongkok berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Korea Selatan menunjukkan transformasi yang mengesankan melalui kebijakan ekonomi yang kuat, terutama dalam mendorong pertumbuhan sektor manufaktur dan ekspor.
Dengan fokus pada diversifikasi industri dan pengembangan teknologi, Korea Selatan berhasil mencapai prestasi ekonomi yang luar biasa.
Ketiga negara ini mengakui pentingnya penelitian dan pengembangan Research and Development (R&D) serta inovasi dalam memperkuat sektor-sektor ekonomi.
Baca Juga:
Inilah Daftar Lengkap 5 Tersangka Korporasi yang Dilimpahkan Kejagung kepada Jaksa Penuntut Umum
Segenap Tim Rilispers.com Mengucapkan Selamat Hari Natal 2024, Kiranya Damai Natal Besertamu
Pemerintah negara-negara developmental state tersebut mendorong investasi dalam R&D, membangun lembaga penelitian, dan mendorong kerja sama antara sektor publik dan swasta dalam hal inovasi teknologi.
Indonesia yang saat ini sedang melakukan peningkatan industrialisasi melalui kebijakan hilirisasi ekonomi dapat melakukan penyempurnaan dengan memperhatikan pembelajaran dari negara-negara Developmental State yang sebelumnya sudah berhasil melakukan industrialisasi.
Selain itu, Indonesia sebagai negara dengan cadangan sumber daya alam yang besar, seperti nikel, dapat menjadi langkah yang strategis untuk menaikkan nilai tambah.
Saat ini, permintaan nikel Indonesia secara dominan diarahkan ke produksi baja, menyumbang sekitar 70%.
Baca Juga:
Pertamina Gandeng PT Gapura Mas Lestari, Dukung Pasokan Penggunaan Bahan Bakar Industri Penerbangan
Namun, seiring dengan pergerakan global menuju dekarbonisasi transportasi, baterai yang menjadi komponen pentingnya diprediksi akan menjadi sektor dengan pertumbuhan terbesar.
Proyeksi menunjukkan bahwa permintaan nikel untuk pembuatan baterai kendaraan listrik dapat meningkat dari hanya 6% pada tahun 2020 menjadi sekitar sepertiga dari total permintaan nikel pada tahun 2030 (Fraser, J et al, 2021).
Menyadari potensi ekonomi yang ditawarkan oleh perubahan ini, Indonesia semakin bisa untuk menarik investasi dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi di sepanjang rantai pasokan Kendaraan Listrik (EV).
Selain itu, Indonesia memiliki keuntungan komparatif dalam komoditas nikel, yang menguatkan posisinya untuk memanfaatkan kedua aspek ini sebagai momentum dalam mendorong hilirisasi komoditas nikel.
Pentingnya mendorong hilirisasi sebagai penggerak utama perekonomian memang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Namun, untuk menghindari deindustrialisasi dan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam peta ekonomi global, langkah-langkah strategis perlu diambil.
Pembelajaran dari negara-negara Developmental State, seperti Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan, dapat memberikan pandangan yang berharga dalam hal ini.
Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu mengidentifikasi kebijakan yang diterapkan oleh Developmental State seperti intervensi pemerintah yang lebih banyak dalam pengembangan R&D dan mendorong kerja sama antara sektor publik dan swasta dalam hal inovasi teknologi yang dilakukan oleh pemerintah Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok untuk menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat dukungan terhadap hilirisasi sumber daya alam lainnya dengan kebijakan yang progresif, termasuk insentif fiskal dan kebijakan pengembangan infrastruktur.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang pengalaman masa lalu dan pembelajaran dari negara-negara Developmental State, Indonesia dapat merumuskan strategi yang komprehensif untuk memperkuat dan mendorong hilirisasi ekonomi.
Hal ini tidak hanya akan membantu menghindari middle-income trap, tetapi juga akan memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang berkelanjutan di tingkat global.***
Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Ekbisindonesia.com dan Infokumkm.com
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Haiidn.com dan Seleb.news
Sedangkan untuk publikasi press release serentak di puluhan media lainnya, klik Rilisbisnis.com (khusus media ekbis) dan Jasasiaranpers.com (media nasional)
Atau hubungi langsung WhatsApp Center Rilispers.com (Pusat Siaran Pers Indonesia /PSPI): 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Klik Persrilis.com untuk menerbitkan press release di portal berita ini, atau pun secara serentak di puluhan, ratusan, bahkan 1.000+ jaringan media online.
Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News. Terima kasih.